Alfatihah.com – Ternyata tidur tidak membatalkan wudu loh! Hal ini mungkin masih asing di telinga beberapa orang. Meski pada saat yang bersamaan ketentuan ini sudah jelas dalam mahzab Syafi’i. Meski terkesan asing, ketentuan ini akan kita ulas dalam artikel ini. Bagaimanakah penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu? Simak ulasan berikut ini!
Ada penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu. Wudumu tidak batal jika pantatmu masih menempel pada tempat duduk. Hal ini sesuai dengan pandangan ulama Mesir, yaitu Syekh Wahbah Az Zuhaili yang telah merangkum pandangan empat mahzab.
Beberapa pendapat pun muncul tentang masih sah tidaknya wudu yang kamu miliki saat kamu tertidur. Menurut laman rumaysho.com dijelaskan bahwa ada beberapa pandangan tentang tidur yang tidak membatalkan wudu.
Pendapat pertama, memberi penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu sama sekali. Hal ini adalah pendapat dari beberapa sahabat semacam Ibnu Umar dan Abu Musa Al Asya’ari. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari hadis Anas bin Malik dijelaskan bahwa “Ketika salat hendak ditegakkan, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu Nabi Shallallahu Alaih Wa Sallam pun datang dan salat bersama mereka.”
Qatadah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas berkata, “Para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah ketiduran kemudian mereka pun melakukan salat, tanpa berwudu lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah engkau mendengar hal ini dari Anas?” Qatadah, “Iya betul, Demi Allah.”
Pendapat kedua, memberi penjelasan bahwa tidur termasuk pembatal wudu. Tidur yang dimaksud mampu membatalkan wudu adalah tidur sesaat maupun tidur yang lama. Pendapat ini didasarkan pada pandangan Abu Hurairah, Abu Rofi’, Urwah bin ‘Az Zubair. Atho’. Al Hasan, Al Bashri, Ibnul Musayyib, Az Zuhri, Al Muzanni, Ibnul Mundzir dan Ibnu Hazm. pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Al Albani rahimahullah.
Dalil yang menjelaskan tentang pendapat ini sama dengan penjelasan tentang buang air besar dan kencing menyebaban batalnya wudu ketika memakai khuf, begitu pula tidur. Hal tersebut dijelaskan dalam hadis dari Shofwan bin ‘Assal tentang mengusap khuf (alas kaki dari kulit yang menutupi mata kaki) berikut ini. “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memerintahkan kepada kami, jika kami bersafar, maka cukup kami mengusap sepatu kami, tanpa perlu melepasnya selama tiga hari. Tidak perlu melepasnya ketika wudu batal karena buang air besar, kencing atau tertidur kecuali jika dalam keadaan junub.”
Hadis tersebut digunakan sebagai gambaran bahwa tidur secara umum, tanpa mengatakan tidur yang sesaat ataukah yang lama. Tidur juga disamakan dengan kencing dan buang air besar yang menjadi pembatal wudu.
Pendapat ketiga, memberi penjelasan bahwa tidur yang lama saja yang membatalkan wudu. Sedangkan tidur yang cuma sesaat tidak membatalkan wudu. Pendapat tersebut dipilih oleh Imam Malik dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
Pendapat ini menjadi penjelasan atas hadis dari Anas yang pertama itu tentang tidur yang sedikit atau sesaat itu tidak membatalkan wudu. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah “Barangsiapa yang tertidur, maka wajib baginya untuk berwudu.” Meski perkataan ini hanya sampai derajat mauquf (sekadar perkataan sahabat).
Pendapat keempat, memberi penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu, kecuali jika tidurnya dalam keadaan berbaring (pada lambung) atau bersandar. Sementara tidur dalam keadaan ruku, sujud, berdiri, dan duduk tidak membatalkan wudu. Hal ini berlaku baik tidurnya di dalam salat maupun di luar salat.
Pendapat ini didasarkan pada pendapat Hammad, Ats Tsauri, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Daud, dan pendapat Imam Syafi’i. Dalil untuk menjelaskan tentang hal ini adalah hadis dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda “Tidak ada wudu bagi orang yang tidur dalam keadaan duduk sampai ia meletakkan lambungnya.” Hadis ini adalah hadis yang dhoif (lemah).
Pendapat kelima, memberi penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu meski tidur dalam keadaan duduk, baik dalam salat maupun di luar salat, baik tidur sesaat maupun lama. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa tidur hanyalah mazhonnatu lil hadats (sangkaan akan muncul hadats) dan tidur dalam keadaan semacam ini memiliki kemungkinan masih mengingat berbagai hal (misalnya ia masih merasakan kentut atau hadats).
Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i dan Asy Syaukani. Pendapat ini menafsirkan hadis dari Anas di pendapat pertama bahwa para sahabat ketika tidur dalam keadaan duduk. Namun, Al Hafizh Ibnu Hajar menyanggah pendapat ini dengan menyebutkan sebuah riwayat dari Al Bazzar dengan sanad yang sahih. Ia menjelaskan bahwa hadis dari Anas menceritakan sahabat yang tidur menyebutkan kalau pada saat itu ada sahabat yang tidur dengan berbaring (pada lambungnya), lalu mereka pergi untuk menunaikan salat.
Akhirnya, ulasan tentang penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu adalah jenis tidur yang sesaat, karena keadaan kantuk berat, masih sadar, dan masih merasakan hal-hal di sekitarnya. Sementara tidur yang membatalkan wudu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku atau sujud. Tidur semacam itulah yang disebut engan mazhonnatu lil hadats atau adanya kemungkinan untuk muncul hadast.
Begitulah penjelasan mengapa tidur tidak membatalkan wudu yang bisa kamu jadikan bekal untuk menjalankan ibadha harian. Barakallahufikum.
Baca Jugal: Inilah 2 Waktu Tidur yang Dilarang, Yang Jarang Diketahui