Sebagai wanita muslimah harus tahu terkait hal ini wanita hamil dan menyusui qadha puasa atau bayar fidyah. Fidyah merupakan tebusan untuk membayar kewajiban yang ditinggalkan karena suatu alasan mutlak sedangkan qadha mengganti puasa dihari lain.
Ada beberapa ketentuan orang yang meninggalkan kewajiban puasa ramadhan karena ada alasan mendesak sehingga menggugurkan kewajibannya. Namun orang tersebut wajib mengqadha’ ataupun membayar fidyah untuk menebus puasa yang ditinggal. Ikuti ulasan di bawah ini
Dalam pembahasan ini ada kriteria orang tertentu yang boleh menangguhkan kewajiban puasanya karena beberapa alasan. Seperti halnya ibu hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa tapi harus membayar fidyah atau mengqadha nya sesuai keadaan. Ikuti penjelasan dibawah ini dan pahami:
Pembahasan ini meliputi puasa jika lansia tidak melakukan puasa selama ramadhan dikarenakan tidak sanggup melakukannya. Kemungkinan jika melakukan puasa akan memperburuk keadaan maka diperbolehkan untuk membayar Fidyah sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.
Selanjutnya orang yang gugur kewajibannya untuk berpuasa orang yang sakit parah tidak ada kemungkinan sembuh. Sehingga, tidak diwajibkan berpuasa dan membayar puasa dengan fidyah bukan mengqadha’ dilain hari.
Untuk hal ini perlu diperhatikan dan dipahami bagi kaum wanita yang sudah menjadi ibu atau yang belum semua wajib memahami. Untuk ibu yang sedang hamil dan menyusui di waktu bulan Ramadhan, tidak melakukan kewajiban berpuasa.
Hal tersebut dikarenakan khawatir akan keselamatan diri atau janinnya maka kewajibannya ditangguhkan dan diganti fidyah dengan ketentuan. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Fath Al-Qorib Hamisy Qut Al-Habib Al-Ghorib Hal.223 karangan Syekh Ibnu Qasim Al Ghuzzi.
Dalam hal fidyah bagi orang yang meninggal menurut Syafi’i dibagi menjadi 2 ketentuan. Pertama, orang tidak wajib fidyah dan mengganti puasa ketika sakit hingga meninggal tidak wajib baginya mengqadha’ dan fidyah.
Kedua, orang yang wajib fidyah ketika orang tersebut semasa hidupnya memilki alasan meninggalkan puasa seperti sakit parah. Namun, masih memilki waktu untuk mengganti puasa sebelum meninggal maka ahli waris wajib mengfidyahi mayit tersebut.
Namun bagaimana jika mayit tidak meninggalkan harta? Menjawab pertanyaan tersebut menurut syekh Nawawi al-Bantani dalam karya kitabnya berjudul Qut Al habib Al Ghorib. Menyampaikan bahwa jika tidak ada harta peninggalan sama sekali fidyah hukumnya Sunnah.
Orang yang sehat yang mengakhirkan mengqadha’ puasanya hingga bulan ramadhan maka berdosa dan wajib baginya melakukan fidyah. Namun jika alasan belum dapat mengqadha’ adalah sakit maka tidak wajib fidyah melainkan mengqadha’ puasa.
Sesuai penjelasan diatas bahwa wanita dalam keadaan menyusui dan hamil termasuk dalam kriteria orang yang membayar fidyah. Namun muncul pertanyaan keadaan wanita hamil dan menyusui yang seperti apa yang mengharuskan membayar fidyah atau mengqadha puasa?. Berikut penjelasannya
Diambil dari pendapat 4 madzhab yaitu Imam Maliki, Hambali, Hanafi dan Syafi’i memiliki beberapa pandangan berbeda dan ada juga yang sepakat. Berikut rangkuman kesepakatan para madzhab terkait Wanita hamil dan menyusui qadha puasa atau bayar fidyah:
Menurut kesepakatan keempat mazhab bahwa wanita yang sedang hamil dan mengkhawatirkan dirinya dan janin yang dikandungnya. Maka wanita tersebut wajib mengqadha puasanya di hari lain.
Namun jika wanita hamil khawatir terhadap janin yang dikandungnya saja tidak dengan dirinya menurut Syafi’i dan Hambali wajib mengqadha dan bayar fidyah. Sedangkan menurut pendapat Maliki dan Hanafi wanita tersebut hanya perlu mengqadha puasa dan tanpa membayar fidyah.
Ketiga madzhab Syafi’i, Hanafi dan Hanbali bersepakat wajib membayar fidyah tanpa mengqadha puasa sedangkan Madzhab Maliki wajib fidyah dan Mengqadha. Hal itu terkait wanita yang menyusui dan khawatir membahayakan dirinya dan juga anaknya jikalau tetap berpuasa.
Sedangkan jika wanita menyusui hanya mengkhawatirkan anaknya wajib membayar fidyah dan mengqadha puasa berikut menurut Syafi’i, Maliki dan Hanbali. Sedangkan menurut madzhab Hanafi wajib mengqadha tanpa fidyah.
Selanjutnya setelah mengetahui ketentuan wanita hamil dan menyusui qadha puasa atau bayar fidyah saatnya membahas takaran fidyah. Jika di Indonesia fidyah berupa makan pokok yaitu beras sehingga satu mud setara 675 gram untuk mengganti puasa sehari.
Aturan diatas sebagaimana pendapat syekh Wahbah Al-Zuhaili. Selanjutnya untuk fidyah diberikan kepada orang fakir dan miskin saja atau yatim piatu tidak diperbolehkan diberikan kepada orang yang mampu.
Untuk pembagian pembayaran satu mud dibagikan kepada satu orang fakir atau miskin misalnya sepuluh hari meninggalkan puasa maka sepuluh mud untuk sepuluh fakir. Perlu diketahui tidak boleh satu mud dibagi kedua fakir.
Namun apa boleh memberikan seluruh fidyah kepada 1 orang saja? Menjawab pertanyaan ini boleh saja memberikan seluruh fidyah kepada satu orang. Yang terpenting wajib orang fakir atau miskin Selain itu juga fidyah sehari dihitung satu mud tidak boleh kurang.
Demikian itu penjelasan penting untuk disimak terutama oleh para wanita yang nantinya akan menjadi calon ibu. Pembahasan diatas menjawab keraguan para kaum muslimah terkait wanita hamil dan menyusui qadha puasa atau bayar fidyah.