
Alfatihah.com – Perang Khandaq adalah salah satu peristiwa besar dalam sejarah islam yang terjadi pada tahun 5 Hijriyah bulan Syawal. Perang ini dikenal dengan strategi unik yang digunakan kaum Muslimin, yaitu menggali parit sebagai benteng pertahanan. Namun, di balik pertempuran ini, ada kisah pengkhianatan yang dilakukan oleh Bani Quraizhah, salah satu suku Yahudi di Madinah, yang semula terikat perjanjian dengan Rasulullah SAW. Bagaimana pengkhianatan ini terjadi? Mari kita bahas lebih dalam.
Setelah Perang Uhud, kaum Quraisy dari Makkah tidak terima dengan keberadaan islam yang semakin kuat. Mereka pun merencanakan serangan besar-besaran dengan mengajak berbagai suku Arab untuk bergabung. Koalisi ini dikenal sebagai pasukan Ahzab, yang terdiri dari sekitar 10.000 pasukan.
Menghadapi ancaman ini, Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat. Salman Al-Farisi mengusulkan strategi menggali parit (khandaq) di bagian utara Madinah sebagai benteng pertahanan. Ide ini diambil dari taktik perang Persia. Dengan kerja sama seluruh kaum Muslimin, parit besar pun selesai digali dalam waktu singkat.
Sebelum Perang Khandaq, kaum Muslimin telah menjalin perjanjian damai dengan Bani Quraizhah. Dalam perjanjian tersebut, Bani Quraizhah sepakat untuk tidak membantu musuh dalam menyerang kaum Muslimin.
Namun, situasi berubah ketika pasukan Ahzab mengepung Madinah. Kaum Quraisy, yang dipimpin oleh Abu Sufyan, mencari cara untuk melemahkan pertahanan kaum Muslimin. Mereka mengutus Huyay bin Akhtab, seorang tokoh Yahudi dari Bani Nadhir, untuk membujuk Bani Quraizhah agar berpihak kepada pasukan Ahzab.
Awalnya, pemimpin Bani Quraizhah, Ka’ab bin Asad, ragu untuk mengingkari perjanjian dengan Rasulullah SAW. Namun, setelah dipengaruhi oleh Huyay bin Akhtab dan melihat besarnya pasukan Quraisy, akhirnya Bani Quraizhah setuju untuk membantu pasukan Ahzab. Mereka melakukan pengkhianatan dengan:
Pengkhianatan ini semakin memperparah kondisi kaum Muslimin, yang sudah kelelahan menghadapi pengepungan selama lebih dari sebulan.
Meskipun dalam keadaan terjepit, kaum Muslimin tetap bertahan dengan sabar dan terus berdoa kepada Allah. Hingga akhirnya, Allah menurunkan pertolongan-Nya dengan mengirim angin kencang yang menghancurkan perkemahan pasukan Ahzab. Kuda dan unta mereka berlarian, tenda-tenda roboh, dan ketakutan pun menyelimuti pasukan musuh.Melihat situasi yang semakin tidak menguntungkan, pasukan Ahzab akhirnya mundur dan meninggalkan Madinah tanpa hasil.
Setelah Perang Khandaq berakhir, Rasulullah tidak langsung beristirahat. Beliau menerima wahyu untuk menyelesaikan masalah pengkhianatan Bani Quraizhah. Rasulullah SAW bersama pasukan Muslim mengepung benteng mereka.
Setelah beberapa hari pengepungan, Bani Quraizhah akhirnya menyerah. Mereka meminta agar keputusan hukum diserahkan kepada Sa’ad bin Mu’adz, seorang pemimpin dari suku Aus yang dulu bersekutu dengan Bani Quraizhah.
Sa’ad bin Mu’adz menetapkan keputusan berdasarkan hukum Taurat, yang juga diakui oleh Bani Quraizhah sendiri. Hukuman bagi para pengkhianat adalah eksekusi bagi para lelaki yang ikut berkhianat, sementara perempuan dan anak-anak ditawan. Keputusan ini pun dijalankan, sebagai peringatan bagi siapa saja yang mengkhianati perjanjian.
Itu dia asal mula Perang Khandaq, strategi yang dijalankan, serta hukuman yang diberikan kepada Bani Quraizhah. Perang Khandaq bukan hanya tentang strategi perang yang cerdas, tetapi juga menjadi ujian keimanan bagi kaum Muslimin. Pengkhianatan Bani Quraizhah adalah salah satu bagian dari peristiwa ini yang mengajarkan betapa pentingnya menepati janji dan bertahan dalam kesulitan.
Baca Juga : Kepemimpinan dan 3 Strategi Perang Sultan Salahuddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib