Menjadi seorang hafidz memang tidak semudah membalik tangan, perjuangan menjadi hafidz tentunya banyak sekali rintangan dan cobaan maka harus dengan niat dan tekad yang kuat untuk bisa mencapai cita-cita yang mulia itu, berjuang menambah dan mempertahankan hafalan yang dimiliki. Langkah awal yang terkadang menjadi tantangan tersendiri adalah harus jauh dari orang tua karena akan menetap di pondok pesantren, hidup mandiri dengan melakukan segala aktivitas harian seorang diri.
Ketika akan berangkat ke pondok pesantren sebaiknya memita restu dari kedua orang tua terlebih dahulu, sebab dengan restu kedua orang tua akan membuat Langkah semakin ringan dan dipenuhi dengan keberkahan. Meskipun terkadang jauh dari kedua orang tua menjadi hal yang sangat berat
Namun dibalik setiap kesulitas dan usaha keras itu pasti ada sebuah kebaikan dibaliknya. Seorang penghafal Al-Qur’an akan mendapatkan banyak sekali kemuliaan dari Allah SWT, dengan catatan mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh serta niat yang lurus yaitu hanya untuk mengharap ridha dari Allah dan kebaikan di akhirat bukan semata karena urusan duniawi.
Selain meluruskan niat juga harus dibarengi dengan mengosongkan pikiran dari permasalahan-permasalahan yang dapat mengganggu proses menghafal, apabila pikiran disibukkan oleh hal-hal lain maka konsentrasi akan terbagi dan terganggu dan hafalan akan sulit bertambah bahkan dapat menghilangkan ayat-ayat yang sudah dihafalkan. Sebab menjaga hafalan lebih sulit daripada menghafal itu sendiri seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis berikut:
إنّما مَثَلُ صَاحبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الإِبِلِ المُعَقَّلَةِ، إنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أمْسَكَهَا، وَإنْ أطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
“Sesungguhnya perumpamaan orang yang menghafal Al-Qur’an seperti unta yang diikat. Jika ia menjaganya, ia dapat menahannya. Jika ia melepaskannya, unta itu akan pergi.” (HR. Mutaafaq ‘Alaih).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa hafalan yang tidak dijaga akan lebih mudah hilang daripada seekor unta yang diikat. Selama proses menghafal harus dibarengi kesabaran serta istiqomah salah satunya dengan membuat target menghafal untuk diri sendiri.
Hal terakhir yang harus diingat adalah menjadi seorang penghafal Qur’an haruslah memiliki kepribadian serta tutur kata yang sesuai dengan bagaimana sikap seorang muslim seharusnya, menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan tercela.
Jadilah penghafal Qur’an yang termasuk kedalam golongan manusia terbaik, bukan golongan penghafal yang zalim terhadap perilakunya karena tentu saja perbuatan yang tercela itu akan merusak keberkahan dari Al-Qur’an itu sendiri, dan tidak akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
Hafalan yang telah dimiliki juga sebaiknya dipahami dan diamalkan, Allah SWT akan melaknat bagi siapapun yang menyembunyikan ilmunya, terutama ilmu agama, karena ilmu itu merupakan suatu amanat yang harus disampaikan dan disebar luaskan. Seperti dalam sebuah Riwayat hadis berikut:
اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَآ اَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنٰتِ وَالْهُدٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا بَيَّنّٰهُ لِلنَّاسِ فِى الْكِتٰبِۙ اُولٰۤىِٕكَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللّٰعِنُوْنَۙ
Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat, (QS. Al-Baqarah ayat 159).
Bagi kamu yang masih ragu untuk memulai menghafalkan Al-Qur’an maka tepis keraguan itu dan yakinlah bahwa dirimu bisa, betapa bahagianya jika kamu bisa menjadi penolong seluruh keluargamu di akhirat nanti dan ingatlah betapa nyamannya di kehidupanmu yang abadi kelak.Ikuti program Karantina Tahfidz Qur’an Alfatihah, tersedia untuk akhwat maupun ikhwan. Program ini diberikan secara GRATIS atau FULL BEASISWA dengan fasilitas yang lengkap dan asrama yang nyaman.