Alfatihah.com – Kata muslim dan radikalisme akhir-akhir ini sering kita dengar dari orang-orang yang menuduh bahwa Islam adalah agama yang radikal. Sebagian orang kemudian mendapat label radikal, sebab perangai atau tampilannya yang telihat sangat agamis dan berusaha menerapkan syariat Islam. Lantas, apa sebenarnya kondisi muslim dan radikalisme yang menyerang tubuh kaum muslimin?
Konsep muslim dan radikalisme memang sering disebut sebagai momok bagi orang-orang yang belum mengenal Islam. Pada dasarnya kata radikalisme berasal dari kata radix dalam bahasa Latin yang bermakna akar. Turunan maknanya adalah radicals yang berarti berakar, mengakar, mulai dari akar, hingga ke akar, dan lainnya.
Dalam Oxford Dixtionary, radikalisme adalah sikap, pendirian, prinsip, sekaligus pedoman, praktik hingga aksi, baik secara politis maupun sosial dan awalnya muncul di abad ke 18-19. Sementara dalam KBBI makna radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan, dan sikap ekstrem dalam aliran politik. Istilah ini kemudian dipakai secara luas dan longgar hingga erat dengan ekstrimisme atau istilah dalam bahasa Inggris menyebut “radical are extrimist, radical are heretics”.
Konsep muslim dan radikalisme pada kemudian hari menjadi sebuah serangan yang ditujukan untuk kaum muslimin. Penyebutan radikal ditujukan untuk mereka yang memiliki sikap dalam menjalankan agama begitu berlebih-lebihan, melampaui batas, memberikan pandangan baru (bid’ah) dan melanggar pakem yang sudah ada.
Istilah radikalisme, kemudian menjadi berbahaya ketika dihubungkan dengan agama dan sikap dalam menjalankan agama. Radikalisme, kemudian menjadi sebuah sikap keberagaman yang cenderung pada kekerasan dan pepecahan. Padahal, radikalisme sebenarnya digunakan di banyak bidang mulai dari matematika, biologi, politik, filsafat dan lainnya.
Pada dasarnya radikal digunakan sebagai istilah politik yang menginginkan perubahan secara cepat, total, menyeluruh, dan dalam skala besar. Dalam politik, hal semacam ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan dan ditakutkan oleh penguasa. Dari sanalah istilah radikalisme kental dengan unsur kepentingan.
Dari pemaknaan itulah, sikap seorang muslim yang menghadapi situasi yang menganggap dirinya atau orang di sekitarnya yang dinilai radikal dan sebagainya adalah menelaah terlebih dahulu. Radikal seringkali digunakan sebagai cap untuk orang-orang yang mengancam kepentingan penguasa dan berpemikiran bebas untuk memperjuangkan hak-haknya.
Radikalisme identik dengan menjalankan atau mempraktikkan agama secara berlebihan, terutama pada Islam. Kesimpulan tersebut padahal hal yang terburu-buru, sebab pada faktanya radikalisme bisa terjadi ada agama selain Islam dan bidang yang beragam seperti politik, sosial, budaya, ekonomi, hingga agraria.
Jadi, menghubungkan konsep radikalisme dengan Islam saja adalah sebuah tindakan yang bias. Radikalisme juga sering dikaitkan dengan motif atau dasar dari mengapa sematan ini diberikan pada kelompok Islam. Hal inilah yang menjadi sebuah fakta bahwa istilah radikal atau radikalisme yang akhir-akhir ini disematkan pada kaum muslimin telah sampai pada titik penyalahgunaan daripada digunakan sesuai dengan konsepnya.
Jelas, sebagai seorang muslim, harus berhati-hati dalam menentukan sikap untuk mengatakan sesamanya radikal maupun dilabeli radikal, sebab makna kata radikal saja sudah snagat jauh jika tiba-tiba disematkan pada seorang muslim tanpa sebab atau faktor pendorong yang jelas. Wallahu’alam.