Mengenal 3 Tingkatan Hadits Berdasarkan Kualitasnya

Alfatihah.com – Selain Al-Quran, umat muslim juga memiliki pedoman hidup yang disandarkan pada Rasulullah ﷺ yang kita kenal dengan sebutan hadits. Menurut laman Nu Online, hadits sendiri dapat diartikan sebagai perbuatan, ketetapan, maupun perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, baik perilaku, perkataan, perbuatan serta ketetapan Rasulullah  ﷺ  menjadi sebuah hal yang  dijadikan pedoman kita dalam menjalani kehidupan di  dunia.   

Mengingat pentingnya kedudukan hadits, maka penting bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengetahui kebenaran dari sebuah informasi yang mengatasnamakan Rasulullah ﷺ  ini. Jangan sampai kita mengikuti informasi palsu yang mengatasnamakan Rasulullah ﷺ . Oleh sebab itu, para ulama membagi kedudukan hadits berdasarkan kualitasnya, agar umat muslim bisa memprioritaskan hadits yang paling tinggi keakuratannya untuk diamalkan. Simak artikel berikut ini untuk mengetahui 3 tingkatan hadits menurut para ulama.

Pentingnya Mengetahui Keakuratan Hadits

Di zaman sekarang banyak bermunculan hadits yang disandarkan atas nama Rasulullah ﷺ, namun apakah benar, perkataan, perbuatan, dan ketetapan tersebut bersumber dari Rasulullah ﷺ? Tentunya kita tidak bisa menjamin 100 persen apakah hadits tersebut benar-benar berasal dari sumber yang benar. Karena dari zaman ke zaman banyak informasi yang bisa jadi dipalsukan atas nama Rasulullah ﷺ demi kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, kita sebagai seorang muslim harus senantiasa teliti dalam mengambil sumber hukum dari hadits Rasulullah ﷺ. 

Inilah 3 Tingkatan Hadits Berdasarkan Kualitasnya

  1. Hadits Shahih

Mengutip dari laman Nu Online, tingkatan hadits berdasarkan kualitas yang pertama atau yang paling tinggi adalah hadits shahih. Hadits shahih sendiri merupakan hadits yang kualitas dan kebenarannya paling tinggi daripada tingkatan hadits-hadits yang lain. Biasanya hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang memiliki hafalan kuat dan berkualitas, mereka juga memiliki kredibilitas dan kepercayaan yang tinggi di tengah kaumnya. Perawi-perawi ini dapat dipastikan sebagai orang yang tidak lemah dalam bidang hafalan, serta sanadnya bersambung.  Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Mahmud Thahan dalam kitab Taisir Musthalahil Hadits:

ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Artinya, “Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah.” (Kitab Taisir Musthalahil Hadits)

  1. Hadits Hasan

Tingkatan hadits berdasarkan kualitas selanjutnya adalah hadits hasan. Hadits hasan sendiri merupakan hadits yang hampir mirip dengan hadits shahih. Berdasarkan informasi yang ada pada laman Nu Online,  hadits hasan merupakan hadits yang memiliki rangkaian sanad bersambung serta diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit. Hal yang menjadi pembeda antara hadits hasan dan hadits shahih terdapat pada kualitas hafalan perawinya, dimana kualitas hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat kualitas hafalan perawi hadits shahih.

Mahmud Thahhan mengungkapkan bahwa definisi hadits hasan yang paling akurat adalah definisi yang dibuat oleh Ibnu Hajar.Berikut definisi hadits shahih menurut Ibnu Hajar, sebagaimana dikutip dari Nu Online:

هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Artinya: “Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil, namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah.”

  1. Hadits Dhaif

Tingkatan hadits berdasarkan kualitas yang terakhir adalah hadits dhaif atau lemah. Menurut laman Nu Online, hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hadits hasan. Mengacu pada definisi hadits, para ulama bersepakat bahwa hadits shahih dan hadits hasan dapat dijadikan sumber acuan hukum. Sedangkan hadits dhaif merupakan hadits yang kualitas perawi dan sanadnya tidak tersambung, sehingga tidak bisa dijadikan sumber hukum.

Itu dia 3 tingkatan hadits berdasarkan kualitas menurut pada ulama. Dengan mengetahui tingkatan-tingkatan tersebut, kita bisa memprioritaskan hadits shahih dan hadits hasan untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Selain itu kita juga harus berhati-hati dan senantiasa menghindari hadits dhaif untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan.

Baca Juga : Mengenal Profil Ibnu Majah, Salah Satu Ulama Besar di Bidang Hadits

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kamu harus baca
Chat WhatsApp
WhatsApp