Kisah Singkat Mahmoud Darwish: Penyair Palestina yang Tulisannya Menggetarkan Israel

Alfatihah.com – Salah seorang penyair Palestina bernama Mahmoud Darwish adalah salah seorang penulis yang sangat dibenci Israel. Kisah itu berawal dari kisah cinta Mahmoud Darwish dengan seorang gadis kecil Israel. Karya-karya Mahmoud Darwish dianggap sebagai simbol perlawanan. Banyak tulisannya yang dianggap penting bagi perjuangan Palestina.

Haneen Tartir salah ssatu orang yang berdarah Palestina mengutarakan kebesaran karya Mahmoud Darwish. Perempuan asal kota Ramallah, Tepi Barat itu menjelaskan peran Darwish yang sangat penting seperti pohon zaitun dalam kehidupan rakyat. Puisi yang diciptakan Mahmoud Darwish telah menjadi bagian dari sebuah simbol perlawanan bangsa Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan. Lalu, bagaimanakah kisah hidup Mahmoud Darwish dan bagaimana kekuatan tulisannya sampai bisa menggetarkan Israel? Ini dia ulasannya!

Profil Mahmoud Darwish

Darwish adalah seseorang yang lahir dari Al Birweh, Palestina pada 12 Maret 1941. Keluarganya melarikan diri ke Lebanon dan kembali setahun setelahnya setelah merasa bahwa kondisi Palestina cukup aman. 

Semasa remaja Darwish sudah merasakan dinginnya penjara Israel dan merasakan tahanan rumah. Alasan kenapa Darwish dipenjara adalah karena ia membaca sebuah puisi di depan umum. Pada tahun 1970, Darwish meninggalkan Palestina menuju Rusia. Ia kuliah di Universitas Moskow dan pindah ke Kairo, Mesir. Selama 26 tahun ia hidup di pengasingan tempat tinggalnya di Beirut, Paris dan bertahan disana hingga tahun 1996. Lalu, ia melanjutkan kehidupan dengan pulang ke Ramallah, Tepi Barat.

Buku kumpulan puisinya yang pertama berjudul Leaves of Olives (Dar Al Awda, 1964) terbit di Beirut. Darwish membuat karyanya hingga mencapai 30 jenis puisi dan prosa yang diterjemahkan ke dalam lebih dari 22 bahasa. Selama menjdai penyair, Mahmoud Darwish berulang kali mendapat sejumlah penghargaan. Beberapa penghargaan yang diperoleh Darwish, yaitu Ibnu Sina Prize, Lenin Peace Prize, Lotus Prize (1969) dari Persatuan Penulis Afro-Asia dan medali France’s Knight of Arts and Belles Lettres (1997). Penghargaan lainnya yang diraih Mahmoud Darwish adalah Prize for Cultural Freedom dari Lannan Foundation (2001), Stalin Peace Prize dari USSR, serta Wissam of Intellectual Merit Maroko yang dihadiahkan oleh Raja Muhammad VI dari Maroko.

Pada tahun 2000 Yossi Sarid, Menteri Pendidikan Israel mengusulkan untuk memasukkan puisi Darwish ke dalam kurikulum sekolah menengah di Israel, tetapi tindakan tersebut mendapat tentangan dari sayap kanan. Pada tahun berikutnya, di tahun 2007 Darwish membacakan puisinya di hadapan 1000 orang di Haifa dan menyinggung kemenangan Hamas di Gaza. “Kami telah menang. Gaza telah memenangkan kemerdekaannya dari Tepi Barat. Satu orang sekarang memiliki dua negara, dua penjara yang tidak saling menyapa. Kami mengenakan pakaian algojo” kata Darwish yang dikutip The Guardian.

Penyair Naomi Shihab Nye pun pernah berkomentar tentang peran penting Darwish bagi perjuangan Palestina. “Mahmoud Darwish adalah nafas penting rakyat Palestina, saksi pengasingan, penyanyi yang menyuarakan gambar-gambar indah yang memanggil, menghubungkan dan menyinari seluruh dunia dengan cahaya yang cemerlang.” kata Naomi Shihab Nye.

Mahmoud Darwish meninggal pada 9 Agustus 2009 di usia 67 tahun setelah baru saja menjalani operasi jantung di Texas, Amerika serikat. Ribuan warga Palestina menghadri pemakamannya di Ramallah. Mereka menyatakan berkabung secara nasional selama 3 hari demi menghormati jasa Darwish.

Itu dia kisah singkat Mahmoud Darwish yang karyanya menggetarkan Israel. Sampai saat ini puisi Darwish masih banyak dibaca dan dipelajari sebagai upaya memahami puisi dari penyair yang memperjuangkan kemerdekaan tanah kelahirannya.

Baca Juga: Kisah Hidup Hasan bin Tsabit, Penyair yang Hidup Zaman Rasullullah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kamu harus baca
Chat WhatsApp
WhatsApp