Alfatihah.com- Kalau kita bayangkan zaman Nabi Muhammad SAW, pasti yang terlintas dalam pikiran kita adalah suasana yang serius: peperangan, perjuangan menyebarkan Islam di bawah terik panasnya padang pasir, dan hal-hal yang heroik lainnya. Tapi siapa sangka, di balik keseriusan itu ternyata ada juga momen-momen kocak yang penuh dengan tawa. Salah satu pelakunya adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal karena keusilannya, yaitu Nuaiman bin Amr bin Rifa’ah.
Nuaiman bukanlah sembarang sahabat. Dia adalah salah satu pengikut setia Rasulullah yang turut berperan penting dalam berbagai peristiwa sejarah Islam. Selain dikenal sebagai seorang pejuang yang ikut dalam Perang Badar. Nuaiman dikenal juga sebagai pribadi yang kocak dan humoris. Keberaniannya dalam bercanda, bahkan dengan Rasulullah membuatnya menjadi sosok yang unik di kalangan sahabat.
Yang menarik adalah meskipun seringkali menjadi korban keusilan Nuaiman, Rasulullah SAW tidak pernah marah. Sebaliknya, beliau justru tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan, Rasulullah melarang para sahabat untuk mencela Nuaiman karena kecintaannya yang besar kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW bersabda, “Kalian jangan menghujat Nuaiman karena dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”
Salah satu kisah keusilan Nuaiman yang terkenal adalah ketika ia memberikan hadiah madu kepada Rasulullah. Suatu hari, Nuaiman melihat seorang penjual madu dan memutuskan untuk memberikan madu tersebut kepada Nabi Muhammad. Tapi, karena Nuaiman tidak punya uang untuk membeli madu itu, ia menyuruh si penjual untuk mengantarkan madu ke rumah Rasulullah.
Ketika Rasulullah menerima madu tersebut, beliau sangat senang. Namun, kegembiraan itu tidak berlangsung lama ketika si penjual meminta pembayaran atas madu yang dikirim. Rasulullah SAW tersenyum, karena tahu itu pasti ulah Nuaiman. Beliau pun akhirnya membayar madu tersebut. Saat dipanggil dan ditanya mengapa ia melakukan hal itu, Nuaiman menjawab dengan polos, “Saya ingin memberikan Anda hadiah, ya Rasulullah. Tapi saya tidak punya uang.” Rasulullah pun hanya tersenyum mendengar jawaban Nuaiman.
Keusilan Nu’aiman tidak berhenti sampai di situ. Suatu hari, saat ia bepergian bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sahabat lainnya bernama Suwaibith bin Harmalah ke Negeri Syam, Nu’aiman kembali melakukan aksi jahilnya. Ketika Suwaibith sedang menjaga perbekalan makanan, Nu’aiman merasa lapar dan meminta sepotong roti. Namun, karena Suwaibith menjaga amanah dari Abu Bakar untuk tidak membagikan makanan tanpa izin, ia menolak permintaan Nu’aiman.
Nu’aiman yang kesal langsung mencari cara untuk membalasnya. Ia pergi ke pasar dan berkata kepada seorang penjual budak, “Aku punya seorang budak, tapi dia punya kelemahan. Dia sering mengatakan bahwa dia adalah orang yang merdeka.” Penjual budak yang tertarik, langsung setuju untuk membelinya. Siapa budak yang dijual? Tidak lain dan tidak bukan adalah Suwaibith, sahabatnya sendiri!
Ketika para pembeli datang untuk menangkap Suwaibith, ia berteriak, “Aku bukan budak, aku orang merdeka!” Tapi, para pembeli hanya menanggapinya dengan tawa, “Kami sudah tau, kalau kamu akan mengatakan itu.” Akhirnya, Suwaibith dibawa ke pasar. Sementara itu, Nu’aiman dengan santainya menggunakan uang hasil penjualan untuk membeli makanan dan minuman
Saat Abu Bakar pulang dan menyadari Suwaibith hilang, ia bertanya kepada Nu’aiman, “Kemana Suwaibith?” Dengan entengnya, Nu’aiman menjawab, “Aku jual dia, wahai Abu Bakar” Mendengar hal itu, Abu Bakar tertawa dan langsung pergi ke pasar untuk membeli kembali Suwaibith.
Kisah penjualan Suwaibith ini menjadi bahan tertawaan di kalangan sahabat. Ketika Abu Bakar dan rombongan kembali ke Madinah, kisah ini diceritakan kepada Rasulullah. Mendengar cerita itu, Rasulullah SAW tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya. Bahkan, setiap ada tamu yang datang, Rasulullah selalu menceritakan kembali kisah Nu’aiman ini. Kisah keusilan Nu’aiman yang membuat semua orang tertawa tak hanya menjadi kenangan lucu di kalangan sahabat, tetapi juga menunjukkan betapa dekat dan akrabnya hubungan antara Rasulullah dan para sahabatnya.
Dari kisah-kisah Nu’aiman, kita bisa belajar banyak hal. Pertama, meskipun sering usil, Nu’aiman tetap dihormati karena kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammad. Kedua, Rasulullah menunjukkan sikap bijak dengan tidak pernah marah, meskipun sering menjadi korban keusilan Nu’aiman. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan, kita bisa menanggapi keusilan dengan tawa, selama itu tidak menyakiti atau merugikan orang lain.
Kisah Nu’aiman adalah bukti bahwa di balik perjuangan keras para sahabat dan Rasulullah, ada momen-momen lucu yang penuh tawa. Humor dan keusilan bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan sekalipun. Wallahu a’lam.
Begitulah, Nu’aiman si sahabat kocak yang tidak hanya membuat para sahabat tertawa, tetapi juga menjadi bukti bahwa Islam tidak selalu tentang keseriusan. Ada juga ruang untuk bercanda, selama itu dilakukan dengan niat baik dan tidak merugikan orang lain.
Baca juga: Kisah Abdullah bin Mas’ud: Sosok Inspiratif di Balik Keagungan Al-Qur’an