Alfatihah.com – Tak banyak generasi muslim saat ini yang kenal dengan penyasi yang hidup pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal banyak diantara para penyair tersebut yang menuliskan banyak syair yang memiliki kontribusi pada perjuangan dakwah Islam. Bagaimana kisah hidup Abdullah bin Rawahah dan bagaimana syair menjadikannya mendapat tempat mulia di sisi Allah? Ini dia kisah Abdullah bin Rawahah sang penyair yang hidup di masa Rasulullah!
Abdullah bin Rawahah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang berbaiat pada Rasulullah dengan Baiat Aqabah Ula (pertama). Sekumpulan orang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama kaum Anshar (penolong Rasul) dan pembawa syiar islam pertama ke Yatsrib tersebut, salah satunya adalah Abdullah bin Rawahah.
Abdullah bin Rawahah adalah seorang penulis dan penyair ulung. Syairnya yang kuat dan indah dia baktikan untuk kejayaan umat Islam. Dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar, Rawahah menjadikan kalimat syairnya sebagai slogan perjuangan. “Wahai diri! Seandainya kamu tidak tewas terbunuh dalam perang, maka kamu akan mati juga!”
Pada saat perang Mu’tah, tentara Romawi sangat banyak, yaitu hampir 200.000 orang harus dilawan kaum muslimin yang sangat sedikit. Salah seorang berkata demikian saat melihat musuh yang sangat banyak “Sebaiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita akan dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi.”
Namun, Abdulah bin Rawahah menguatkan pasukan dengan berdiri di depan barisan kaum muslimin dan berkata “Kawan-kawan sekalian,“ teriaknya, “Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasarkan bilangan, kekuatan atau jumlah pasukan kita. Tapi, kita memerangi mereka demi mempertahankan agama kita ini, yang dengan memeluknya, kita dimuliakan Allah. Ayo, maju! Salah satu dari dua kebaikan pasti kita raih; kemenangan atau syahid di jalan Allah.” Kaum Muslimin pun bersorak-sorai meski jumlah meraka sedikit, tetapi besarnya iman yang telah dibangkitkan Rawahah itu yang kembali menyatukan mereka dalam kesepakatan. Mereka berteriak “Sungguh, demi Allah, benar apa yang dikatakan Ibnu Rawahah!”.
Perang berjalan, pasukan pertama Zaid bin Haritsah, pemimpin kedua Ja’far bin Abi Thalib, dan pemimpin terakhir Abdullah bin Rawahah pun gugur sebagai syahid di medan juang. Saat pertempuran berkecamuk di Balqa’, bumi Syam, Rasulullah tengah berkumpul dengan sahabat dalam suatu majelis, tiba-tiba beliau terdiam dan air mata menetes di pipinya. Kemudian Rasulullah memandang para sahabatnya lalu berkata, “Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, ia bertempur lalu gugur sebagai syahid juga. Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur, lalu gugur sebagai syahid.”
Saat itu Rasulullah sedang thawaf bersama di Baitullah pada saat Umrah Qadha, Ibnu Rawahah berada di depan beliau sambil bersyair “Oh Tuhan, kalaulah tidak karena Engkau, niscaya kami tidaklah akan mendapat petunjuk, tidak akan bersedekah dan salat. Maka mohon turunkan sakinah atas kami dan teguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang. Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya kami, bila mereka membuat fitnah, akan kami tolak dan kami tentang.”
Suatu ketika Abdullah bin Rawahah sangat sedih karena sebuah ayat turun dan menjelaskan bahwa “Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat.” (Q.S. Asy Syu’ara: 224) Namun, kesedihan itu hilang saat ayat lainnya turun dan menjeaslkan bahwa “Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya.” (Q.S. Asy Syuara: 227)
Itulah kisah Abdullah bin Rawahah yang mengabdikan syairnya untuk perjuangan dakwah Islam. Kisah tersebut bisa kamu jadikan teladna untuk membaktikan kelebihanmu pada dakwah Islam juga.
Baca Juga: Mengenal Ghassan Kanafani: Sastrawan Palestina yang Ikut Berjuang dengan Kata-Kata