Alfatihah.com – Praktik pengangkatan anak atau adopsi semakin banyak dilakukan oleh masyarakat. Namun, permasalahan hak waris bagi anak angkat masih terus menjadi masalah yang terus muncul. Bagaimana sih ketentuan hak waris bagi anak angkat? Yuk, simak penjelasan di bawah ini!
Hubungan anak angkat dengan orang tua angkatnya dalam Islam tidak memiliki hubungan darah, kecuali masih dalam satu nasab atau mahram. Karena dalam Islam, adopsi anak angkat tidak menghilangkan nasab anak tersebut karena tetap memiliki nasab dari orang tua kandungnya. Seperti firman Allah dalam Al-quran berikut,
وَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ
Artinya, “Dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS Al-Ahzab: 4).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dalam Islam nasab anak angkat tidak sama dengan anak kandung. Karena anak angkat tidak memiliki hubungan nasab dengan orang tua angkatnya, maka tidak ada hak waris bagi anak angkat dengan menggunakan nama orang tua angkatnya untuk mewarisi harta orang tua angkatnya.
Melansir dari Heylaw.id sistem hukum warisan di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu hukum perdata, hukum Islam dan hukum adat. Ketiganya ini diberlakukan karena sampai saat ini belum ada undang-undang hukum waris nasional yang dapat mengatur atau digunakan sebagai dasar hukum oleh seluruh rakyat Indonesia, begitupun dengan hukum hak waris bagi anak angkat.
KUH Perdata secara terus terang tidak menyebutkan tentang anak angkat atau anak adopsi. Oleh karena itu, dikeluarkan Staatsblad No. 129 Tahun 1917 sebagai pelengkap pengaturan mengenai hal tersebut.
Pasal 11 Staatsblad No. 129 Tahun 1917 menyebutkan bahwa secara hukum, anak angkat akan memperoleh nama dari bapak angkatnya. Sementara itu, Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa anak angkat dijadikan sebagai anak kandung yang lahir dari perkawinan orang tua angkatnya.
Maksudnya, pengangkatan anak dipandang telah memutuskan segala bentuk hubungan hukum atau perdata anak tersebut dengan orangtua kandungnya. Ia kini secara sah menjadi anak dari orangtua angkatnya. Dengan demikian, sudah sewajarnya apabila anak angkat berhak menjadi ahli waris dari orangtua angkatnya.
Berbeda dengan hukum perdata, dalam hukum Islam, anak angkat sama sekali tidak berhak mendapatkan harta waris dari orangtua angkatnya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak waris kerabat atau ahli waris yang memang secara syarʻi berhak menerimanya.
Meski begitu, hukum Islam memberikan celah bagi anak angkat untuk tetap mendapatkan sebagian harta dari orangtua angkatnya melalui wasiat wajibah. Hak waris bagi anak angkat yang dilaksanakan melalui wasiat wajibah harus terlebih dahulu dilaksanakan dibandingkan pembagian warisan terhadap anak kandung atau ahli waris. Aturan yang menjadi landasan hukumnya terdapat di dalam Pasal 175 kompilasi hukum islam, tentang kewajiban ahli waris terhadap pewaris, dimana pada salah satu kewajibannya tersebut terdapat kewajiban untuk menunaikan segala wasiat dari pewaris.
Kompilasi hukum Islam telah mengatur mengenai wasiat wajibah disebutkan dalam Pasal 209 ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai berikut:
Sementara itu dalam hukum adat, kedudukan anak angkat sebagai ahli waris sangat bergantung pada sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat adat setempat. Sebab, hukum adat mengenal 3 jenis sistem kekerabatan, yakni patrilineal, matrilineal, dan parental.
Baca Juga: 2 Solusi Agar Anak Angkat Menjadi Mahram? Ini Dia Penjelasannya!