ALFATIHAH.COM – Setiap pekerja tentu ingin tetap bekerja di suatu perusahaan atau tempat bekerja guna melangsungkan kehidupan. Namun, banyak kasus-kasus yang terjadi pada dewasa ini khususnya PHK besar-besaran yang terjadi pada masa pandemi COVID-19.
PKWT adalah perjanjian pada waktu yang ditentukan dan perusahaan tidak boleh sewenang-wenang terhadap pemutusan kerja.
Menurut Pasal 62 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
baca juga: keadaan ini bikin pekerja tidak bisa menerima gaji
PKWT adalah perjanjian kontrak kerja yang tidak mengikat waktu. Ketika pekerja mengundurkan diri atas kemauannya sendiri dan telah memenuhi syarat-syaratnya, ia harus mendapatkan hak-hak berupa uang pergantian hak dan uang pisah. Mengenai uang pisah telah di atur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Apabila suatu perusahaan melakukan paksaan terkait pengunduran diri dan mengklaim sepihak. Maka pekerja boleh menggugat hal tersebut ke pengadilan hubungan industrial (PHI). Dengan begitu, pekerja dapat memperjuangkan haknya khususnya mendapatkan gaji/upah jika terdapat paksaan dalam pengunduran diri.
Menilik hal ini, tentu harus dilakukan jalur biparit terlebih dahulu guna mencapai mufakat bersama dan tidak perlu memperlebar permasalahan.
Mengenai PHK ini menurut Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang, dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.