Hukum Salat Istisqa untuk Meminta Hujan Turun

Musim kemarau yang panjang terjadi di tahun ini. Keringnya beberapa iwlayah di Indonsia membuat masyarakat mencari cara alternatif untuk menabah atau bahkan mengambil air dari tempat yang sangat jauh. 

Menurunnya intensitas air hujan dalam beberapa waktu menjadi kegagalan prediksi BMKG yang memerkirakan musim hujan masuk mulai bulan Oktober, tetapi sampai saat ini hujan jarang sekali turun. Sejumlah masyarakat yang mulai lelah menunggu hujan akhirnya memutuskan mencari alternatif sumber air, bahkan mengupayakan hal lain agar hujan segera turun. Di beberapa kota masyarakat berkumpul untuk melaksanakan salat Istisqa atau salat meminta hujan agar segera turun. Lalu, dengan pelaksanakan salat Istisqa itu sendiri, bagaimana ya hukummnya dalam Islam?

Hukum salat Istisqa

Pada dasarnya Istisqa memiliki arti meminta hujan. Dalam kamus Lisaanul’ ‘Arab. “Istisqa disebutkan dalam hadist. Arti Istisqa adalah permohonan meminta as saqa, yaitu diturunkannya hujan pada sebuah negeri kepada orang-orang.” Namun, di kalangan ahli fiqih sudah dipahami jika disebut salat Istisqa maka yang dimaksud adalah permohonan hujan pada Allah bukan pada makhluk.

Pada dasarnya hukum salat Istisqa adalah sunah muakkadah (sangat ditekankan) ketika terjadi musim kering, karena Rasulullah memerintahkan hal tersebut sebagaimana dalam hadst Aisyah Rasdhiallahu’anha. Sementara Ibnu Qudamah berkata: “Salat Istisqa hukumnya sunnah muakkadah, ditetapkan oleh sunah Rasulullah Shallahu’alaihi Wasallam dan Khulafa Ar Rasyidin” Di lain pihak Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Para ulama ber-ijma bahwa keluar beramai-ramai untuk salat Istisqa di luar daerah dengan doa dan memohon kepada Allah untuk menurunkan hujan ketika musim kemarau dan kekeringan melanda hukunya adalah sunah yang telah disunahkah oleh Rasulullah Shallahu’alaihi Wasallam tanpa ada perbedaan pendapat diantara para ulama dalam hal ini.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum salat Istisqa adalah sunah. Kamu dapat melaksanakan salat ini apabila daerah tempat tinggalmu dilanda kekeringan atau kemarau panjang. Jangan lupa untuk meluruskan niat meminta hujan hanya pada Allah semata dan bukan lainnya dan perhatikan juga adab menunaikan salat.

Penyebab terjadinya kekeringan

Banyak hal yang menjadi sebab salat Istisqa ditunaikan. Sebab-sebab tersebut bisa berupa kekeringan berkepanjangan, bencana alam serta musibah lain yang secara umum adalah berasal dari maksiat. Hal ini Allah jelaskan dalam Q.S. Asy Syuraa ayat 30 yaitu “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”.

Selain karena banyaknya maksiat yang secara umum dilakukan, banyaknya orang yang enggan membayar Zakat serta banyak kecurangan dalam jual beli, menjadi penyebab khusus atas terjadinya kekeringan dan masa-masa sulit. Rasulullah Shallahu’alaihi Wasallam pun pernah bersabda bahwa “Wahai sekalian kaum Muhajirin, kalian akan diuji dengan lima perkara dan aku memohon perlindungan Allah agar kalian tidak ditimpa hal-hal tersebut.

  1. Ketika perbuatan keji merajalela di tengah-tengah kaum hingga mereka berani terang-terangan melakukannya, akan menyebar penyakit menular dan kelaparan yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
  2. Ketika orang-orang gemar mencurangi timbangan, akan ada tahun-tahun yang menjadi masa sulit bagi kaum muslimin dan penguasa berbuat jahat kepada mereka.
  3. Ketika orang-orang enggan membayar Zakat, air hujan akan ditahan dari langit. Andaikata bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun.
  4. Ketika orang-orang mengingkari janji terhadap Allah dan RasulNYA, Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka berkuasa atas mereka, kemudian mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka.
  5. Ketika para penguasa tidak berhukum dengan Kitab Allah dan mereka memilih selain dari apa yang diturunkan oleh Allah, Allah akan menjadikan kehancuran mereka dari diri mereka sendiri.” (H.R. Ibnu Majah No. 3262. Dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Beberapa jenis Istisqa kepada Allah

Sebagai bentuk permohonan pada Allah agar menurunkan hujan berdasarkan apa yang ditetapkan oleh syariat, maka beberapa cara ini bisa dilakukan untuk memohon pada Allah agar menurunkan hujan
Pertama, salat Istisqa berjamaah ataupun sendirian

Kedua, imam salat Jumat memohon pada Allah agar diturunkan hujan dalam khutbahnya. Ulama berijma bahwa hal ini disunahkan untuk diamalkan oleh kaum muslimin sejak dulu.

Ketiga, berdoa setelah salat atau berdoa sendirian tanpa didahului salat. Hal tersebut menurut ijma ulama diperbolehkan.

Tempat salat Istisqa

Seperti salat wajib dan sunah yang harus memperhatikan dimana salat dilaksanakan, salat Istisqa pun demikian. Hukum salat Istisqa adalah sunah dan lebih utama dilakukan di lapangan, sebagaimana dalam hadist “Aisyah Radhiallahu’anha yang menyebutkanLalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang”. Penjelasan lain juga dilakukan oleh Abdulah bin Zaid Al Mazini bahwa “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu salat 2 rakaat.” (H.R. Bukhari No. 1024)

Selain di tanah lapang, salat Istisqa pun boleh dilakukan di masjid seperti penjelasan Ibnu Hajar Al Asqalani bahwa “Perkataan Imam Al BukhariBab Salat Istisqa di Masjid Jami’, menunjukkan tafsiran beliau bahwa keluar menuju lapangan bukanlah syarat sah salat Istisqa” Jadi, baik di lapangan maupun di masjid salat Istisqa tetap sah dilakukan.

Waktu pelaksanaan shalat Istisqa

Adapun pertanyaan adakah waktu khusus untuk salat Istisqa, maka jawabannya adalah ada. Sebagaimana salat lainnya, waktu pelaksanaan salat Istisqa harus memperhatikan waktu-waktu tertentu, jangan sampai dikerjakan di waktu terlarang untuk salat. Sementara itu, di sisi lain hukum salat Istisqa ada waktu yang dianjurkan untuk mengerjakan salat Istisqa, yaitu serupa waktu pelaksanaan salat ‘Id atau ketika matahari mulai terlihat. Hal tersebut didasarkan pada hadits ‘Aisyah adhiallahu’anha bahwa “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat

Tata cara salat Istisqa

Tata cara salat Istisqa akan dijelaskan pada ulasan berikut ini. Para ulama sebenarnya berbeda pendapat dalam tata cara salat Istisqa. Ada dua pendapat dalam masalah ini

Pendapat pertama, tata cara salat Istisqa adalah seperti salat ‘Id. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu: bahwa “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat salat dengan penuh ketunduan tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di tempat salat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan salat dua rakaat sebagaimana beliau melaksanakn salat ‘Id” (H.R. Tirmidzi No. 558, ia berkata: Hadits hasan shahih)

Tata cara caranya sama dengan salat ‘Id dalam jumlah rakaat, tempat pelaksanaan, jumlah takbir, jahr dalam bacaan dan bolehnya khutbah setelah salat. Aturan tersebut adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Sa’id bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Hazm, dan Imam Asy Syafi’i.

Hanya saja berbeda dengan salat ‘Id dalam beberapa hal:

  1. Hukum Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Namun salat Istisqa berbeda dengan salat ‘Id adalah fardhu kifayah”. Sebagian ulama muhaqqiqin juga menguatkan hukum salat ‘Id adalah fardhu ‘ain”
  2. Waktu pelaksanaan, sebagaimana telah dijelaskan.

Pendapat kedua, tata cara salat istisqa adalah sebagaimana salat sunah biasa, yaitu sebanyak dua rakaat tanpa ada tambahan takbir. Hal ini didasari hadist dari Abdullah bin Zaid. “Nabi Shallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu salat 2 rakaat.” (H.R. Bukhari No. 1024, Muslim No. 894) Hadist tersebut menunjukkan salat Istisqa sebagaimana salat sunah biasa, tidak adanya takbir tambahan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Al Auza’i, Abu Tsaur, dan Ishaq bin Rahawaih. Sementara itu Ibnu Qudamah Al Maqdisi setelah menjelaskan dua tata cara ini beliau mengatakan “Mengerjakan yang mana saja dari dua cara ini adalah boleh dan baik”.

Itu dia ulasan mengenai hukum salat Istisqa yang harus kamu pahami agar ketika diperlukan untuk menunaikannya sudah tidak bingung dan ragu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum salat istisqa adalah sunah, kemudian saat ini dapat dilakukan dimana saja baik secara sendirian atau berjamaah, salat Istisqa tidak berbeda dengan salat sunah lainnya tanpa ada tambahan takbir, dan terakhir waktu pelaksanana salat ini bisa dilakukan kapanpun kecuali waktu terlarang untuk salat dan terakhir dianjurkan untuk mnegerjakan salat Istisqa seperti waktu salat Id.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Chat WhatsApp
Hubungi Kami