Batasan Aurat antara Sesama Perempuan: Apa Saja yang Harus Diperhatikan?

Alfatihah.com – Pernahkah kamu merasa ragu saat harus membuka jilbab atau mengganti pakaian di ruang ganti yang dipenuhi perempuan lain? Atau mungkin bertanya-tanya, “Apakah boleh memperlihatkan sebagian tubuh kepada teman perempuan saat di salon atau spa?” Pertanyaan seperti ini sering muncul dalam keseharian, tapi sayangnya tidak banyak yang tahu batasan aurat antara sesama perempuan secara syar’i. Banyak muslimah yang mengira bahwa selama berada di antara perempuan, semua bagian tubuh boleh saja terlihat. Padahal, islam tetap memberikan aturan yang jelas terkait batasan aurat antara sesama perempuan.

Dalam artikel ini, kita akan membahas terkait batasan aurat antara sesama perempuan dalam islam. Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!

Apa Itu Aurat?

Secara umum, aurat adalah bagian tubuh yang wajib ditutupi dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, kecuali oleh pihak-pihak tertentu yang dibolehkan dalam syariat. Dalam konteks hubungan antarperempuan, aurat tetap ada batasannya meskipun tidak seketat saat berhadapan dengan laki-laki non-mahram.

Batasan Aurat antara Sesama Perempuan

Dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, seorang muslimah boleh membuka aurat di hadapan sesama wanita muslimah, namun dengan batas tertentu. Yang dimaksud “aurat” di sini adalah bagian tubuh yang biasanya tertutup saat berada di hadapan laki-laki asing (non-mahram).  Namun dalam konteks sesama perempuan, para ulama menjelaskan bahwa batasan aurat lebih longgar, bukan berarti bebas sepenuhnya.

Para ulama menyepakati bahwa batas aurat perempuan terhadap sesama perempuan muslimah adalah seperti aurat seorang laki-laki terhadap laki-laki lain, yaitu antara pusar dan lutut. Artinya, seorang perempuan boleh membuka bagian tubuh seperti kepala, tangan, leher, kaki, dan sebagian lengan selama tidak ada unsur syahwat atau membuka aurat secara berlebihan yang tidak wajar.

Namun yang harus diingat, meski dibolehkan, membuka bagian tubuh tersebut sebaiknya tetap mempertimbangkan etika, situasi, dan tujuan. Islam sangat menjunjung tinggi rasa malu dan adab.

Namun, bagaimana jika perempuan Non-Muslim? Apakah sama dengan batasan aurat terhadap sesama perempuan muslim? Di sinilah terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Sebagian ulama berpandangan bahwa aurat perempuan terhadap perempuan non-muslim sama dengan aurat terhadap laki-laki non-mahram, yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Pendapat ini muncul karena kekhawatiran bahwa perempuan non-Muslim bisa menceritakan aurat muslimah kepada pihak laki-laki yang bukan mahram.

Namun, sebagian ulama lain (dengan landasan yang juga kuat) tetap menganggap batas aurat sesama perempuan, baik muslim maupun non-muslim, adalah sama. Pendapat ini merujuk pada kondisi sosial saat itu dan mempertimbangkan realitas kehidupan sehari-hari.

Untuk lebih aman, para ulama kontemporer menyarankan agar seorang muslimah tetap berhati-hati dan menjaga aurat lebih tertutup di hadapan perempuan non-muslim, apalagi jika tidak dikenal dekat.

Contoh menjaga aurat antara sesama perempuan disituasi sehari-hari: 

  1. Di ruang ganti atau kamar mandi umum: Seorang muslimah boleh membuka jilbab, namun tetap sebaiknya tidak menampakkan tubuh bagian pusar hingga lutut.
  2. Saat perawatan di salon khusus wanita: Boleh membuka bagian tubuh tertentu sesuai kebutuhan, selama di tempat yang aman dan tidak terbuka ke publik.
  3. Bersama keluarga perempuan seperti saudara kandung atau ibu: Boleh membuka aurat seperti kepala dan kaki, tapi tetap menjaga adab.
  4. Dengan teman perempuan non-muslim: Sebaiknya lebih hati-hati dalam berpakaian, karena ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.

Itu dia batasan aurat antara sesama perempuan yang wajib diketahui oleh seluruh perempuan. Islam memang memberikan kelonggaran kepada perempuan untuk membuka sebagian auratnya di hadapan sesama perempuan. Namun kelonggaran ini bukan berarti bebas sepenuhnya tanpa batas. Batasan aurat antara sesama perempuan yang disepakati ulama adalah antara pusar hingga lutut, sedangkan bagian lainnya bisa terbuka jika tidak mengundang fitnah atau syahwat. 

Perlu juga diingat, dalam menjaga aurat bukan hanya aspek hukum yang diperhatikan, tapi juga rasa malu dan etika sosial yang menjadi bagian dari ajaran islam. Dengan memahami batasan aurat antara sesama perempuan, seorang muslimah bisa lebih berhati-hati dan tetap menjaga kehormatan diri sesuai syariat islam.

Baca Juga: Kapan Batas Usia Aqiqah Anak dalam Islam?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Chat WhatsApp
Hubungi Kami