Syariat diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai tuntunan hidup yang adil dan harmonis. Hal ini sebagaimana yang tertuang di dalam Al-Qur’an, yaitu rahmat bagi seluruh alam (Al-Anbiya: 107), menjadi obat dan petunjuk bagi orang yang beriman (Yunus: 57), dan tidak membawa kesulitan (Al-Maidah: 6). Namun, dalam upaya menegakkan syariat secara murni, ada sebuah ancaman yang tak kalah serius, yakni hilah.
Apa itu hilah? Seberapa mengancam sih bagi kemurnian syariat Islam? Yuk, baca penjelasan lengkapnya di sini!
Kata ‘hilah’ berasal dari kata al-ihtiyal yang artinya tipu muslihat. Walaupun menurut Imam al-Syatibi, hilah memiliki arti kecerdikan atau kecerdasan; akan tetapi dalam konotasi yang negatif.
Apa itu hilah dalam konteks syariat? Hilah merujuk kepada sebuah kelicikan yang bisa mengantarkan seseorang kepada tujuan yang tersembunyi. Menyikapi hilah, mayoritas ulama satu suara karena hal ini berpotensi merusak kemurnian dan kesucian dari syariat itu sendiri.
Secara ringkas, hilah dapat dipahami sebagai memanfaatkan suatu kebenaran untuk sebuah keburukan. Hal inilah yang membuat hilah sebagai praktik yang harus dihindari dalam konteks syariat. Maka dari itu, ummat Islam mestinya dapat memahami hilah sebagai suatu ancaman yang besar.
Ternyata, praktik hilah ini telah disorot oleh Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya. Salah satunya adalah Al-Baqarah ayat 9 yang menyoroti orang-orang yang berpura-pura dalam beriman kepada Allah SWT. Pada ayat ini, Allah SWT memberikan gambaran bagaimana praktik hilah ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepalsuan iman.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّاۤ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَ
“Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.” (QS. Al-Baqarah (2): Ayat 9)
Baca Juga: Hukum dan Praktik Shalat Jamak dan Qashar
Dari sekian banyak contoh hilah, salah satu yang paling populer dilakukan oleh ummat Islam adalah sengaja menggugurkan kewajiban zakat harta (zakat mal) yang akan mencapai satu tahun. Biasanya, mereka akan menukarkan atau menjual hartanya yang mana uang tersebut akan kembali dibelikan kepada barang yang serupa atau lainnya hanya karena takut zakat. Tindakan ini merupakan contoh nyata bagaimana hilah bisa meloloskan seseorang dari tanggung jawab.
Dalam contoh kasus tersebut, hilah tidak hanya menciptakan kreatifitas; melainkan juga menciptakan manipulasi dan mempermainkan syariat. Perlu diingat, unsur manipulasi merupakan unsur yang paling berbahaya dan dapat merusak syariat. Dengan kata lain, syariat yang seharusnya menjadi pedoman untuk moral dan etika malah dijadikan sebagai alat mengelak dari kewajiban.
Nah, bagaimana? Sudah tahukan apa itu hilah? Yap, perbuatan buruk dalam contoh di atas tidak hanya merugikan dari segi keuangan, melainkan juga moral. Masyarakat nantinya akan terbiasa untuk menggunakan hilah untuk mengelak dari kewajiban agama sehingga bisa terjerumus dalam jurang egoisme dan keserakahan.
Maka, perbuatan hilah ini menciptakan dua sisi penyakit, yakni 1) manipulasi agama dan mempermainkan syariat, dan 2) menjadikan syariat sebagai tunggangan hawa nafsu.
Baca Juga: Hukum Paylater bagi Muslim, Bagaimana Pandangan Islam?