Alfatihah.com – Setiap muslim pasti sudah tidak asing dengan istilah wakaf. Bahkan dalam Islam pun wakaf dianjurkan. Seringkali sepetak tanah atau bangunan dijadikan bentuk wakaf oleh seseorang yang diberikan kepada pihak yang dirasa pantas menerima. Dan anjuran tersebut terdapat dalam Surah Ali Imran ayat 92.
Secara etimologi wakaf berasal dari bahasa Arab yakni waqf yang memiliki makna pada kata rujukan al habs yakni berhenti atau menahan. Dalam syariat Islam, wakaf adalah memberikan manfaat dari harta benda yang dimiliki dengan tujuan kebaikan yang dibenarkan dalam Islam. Dengan kata lain, menahan harta benda dan menyedekahkan manfaat yang terkandung dalam harta tersebut kepada orang yang berhak menerimanya, baik perorangan maupun kelompok.
Manfaat dari benda yang disedekahkan tentu tidak boleh untuk kegiatan yang melanggar syariat. Sedangkan dalam KBBI wakaf memiliki definisi pemberian atau hadiah secara ikhlas berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang digunakan untuk kepentingan umat Islam, berupa kepentingan ibadah maupun aktivitas lain yang mengandung kebaikan sesuai syariat.
Pada dasarnya Islam hanya mengenal dua sumber hukum yang harus dipegang oleh setiap muslim sampai akhir yakni Alquran dan sunnah. Adapun sumber hukum berupa sunnah merupakan tingkah laku, perkataan dan keputusan yang dilakukan Rasulullah semasa hidup. Dan untuk menjalankan ibadah termasuk wakaf, sehingga umat Islam harus berpatokan pada sumber hukum tersebut. Sebenarnya tidak tertulis dengan jelas mengenai konsep wakaf, namun para ulama menyepakati setelah mengamati beberapa surah Alquran dan hadist yang menyinggung amalan tersebut. Para Ulama menggunakan dasar ayat Alquran dan hadist Nabi Muhammad sebagai dalil tentang wakaf sehingga umat Islam dapat memahami konsep sedekah jariyah. Berdasarkan kesepakatan para ulama, hukum mengamalkan wakaf adalah sunnah. Namun, wakaf memiliki banyak keutamaan sehingga umat Islam berlomba-lomba untuk menyedekahkan harta bendanya demi kesejahteraan umat.
Adapun dalil dianjurkannya wakaf memang tidak disebutkan secara tegas di dalam Al-Qur’an sebagaimana penyebutan perintah-perintah zakat atau pun yang lainnya, namun ahli fiqh mengambil dalil dianjurkannya berwakaf didasarkan pada QS. Ali Imran: 92, “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maka Mengetahui.” Ayat tersebut menegaskan bahwa tidak akan meraih kebaikan sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian infakkan, maka sesungguhnya Allah pasti mengetahuinya.
Ayat tersebut menegaskan bahwa tidak akan meraih kebaikan sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian infakkan, maka sesungguhnya Allah pasti mengetahuinya. Lebih lanjut dalam kitab Tanwir al-Miqbas, dijelaskan makna lan tanâlul birra (sekali-kali kalian tidak akan meraih kebaikan), yakni segala yang ada di sisi Allah swt. berupa pahala, kemuliaan, dan surga hanya dapat diraih manakala kalian menginfakkan harta yang kalian cintai. Menurut pendapat yang lain, lan tanâlul birra berarti, kalian tidak akan sampai pada ketawakalan dan ketakwaan. Hattâ tunfiqû min mâ tuhibbûn, wa mâ tuηfiqû min syai`in (sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian infakkan), yakni harta benda. Fa innallâha bihî (maka sesungguhnya Allah kepadanya) dan kepada niat kalian.‘Alîm (pasti mengetahui), apakah bertujuan untuk mengharap ridha Allah swt. atau demi mendapat pujian orang lain.
Ayat di atas memang tidak secara tegas menyinggung tentang wakaf. Namun, ayat di atas dijadikan pada ahli fiqh sebagai dalil dianjurkannya berwakaf didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-qur’an tentang perintah lakukanlah kebaikan, yang mana kata kebaikan itu mengandung arti umum yang termasuk di dalamnya perintah untuk berwakaf, karena dengan wakaf akan mendekatkan hubungan seorang hamba dengan-Nya, Allah SWT dan dengan sesame manusia.
Para ulama besar seperti Imam Nawawi, al Mughni, Imam Syarkhasi, dan para ahli fiqih menjelaskan bahwa hakikat wakaf menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah maupun umum sesuai syariat Islam. Para ulama menyepakati bahwa harta wakaf perlu dijaga keutuhannya dan kedudukan harta yang diwakafkan tersebut tetap tertahan di tangan pewakaf (waqif). Pewakaf boleh memberikan harta wakaf untuk orang yang berhak atau kelompok yang penentuannya tidak spesifik.
Dalam melakukan amalan wakaf, terdapat syarat sah yang harus diperhatikan dan dipenuhi, antara lain:
Seorang muslim yang memiliki niat untuk wakaf harus memenuhi beberapa kriteria sesuai syariat Islam. Kriteria tersebut meliputi muslim yang merdeka, dewasa (baligh), berakal sehat (tidak gila) dan tidak dalam keadaan bangkrut.
Adapun harta benda yang akan diwakafkan harus memiliki syarat yakni bernilai, bermanfaat, menjadi milik sah si pewakaf, jelas jumlah dan kadarnya, serta termasuk jenis benda bergerak, tidak bergerak (uang).
Syarat sebagai penerima harta wakaf meliputi menyatakan tujuan yang jelas dari penggunaan harta tersebut, identitas orang yang ditunjuk sebagai mauquf alaih dan ikrar wakaf yang jelas.
Manfaat adanya wakaf dalam kehidupan dapat dilihat dari sisi hikmahnya. Setiap peraturan yang disyariatkan Allah SWT kepada makhluknya baik berupa perintah atau larangan pasti mempunya hikmah dan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya bagi umat islam. Walau hukum wakaf adalah sunnah, namun banyak sekali hikmah yang terkandung dalam wakaf ini:
Selain mempunya nilai ibadah, wakaf juga merupakan bukti perwujudan rasa syukur seorang hamba atas nikmat yang telah dianugerahkan Allah, dan mempunyai nilai sosial karena dapat membantu sesama. Sekarang kamu bisa dengan mudah berwakaf dari rumah melalui Yayasan Alfatihah dengan pilihan program yang kami tawarkan. Semoga selalu Allah mampukan dan lancarkan niat baik kita untuk dapat bermanfaat bagi sekitar, aamiin Allahuma Aamiin.