5 Adab Berhutang dalam Islam, Jangan Salah Melakukannya!

Alfatihah.com – Berhutang dalam Islam diperbolehkan, namun ada beberapa syarat melakukan utang salah satunya yaitu keperluan keluarga yang mendesak. Namun, dalam melakukannya juga harus memiliki tata krama yang harus diterapkan.

Ada beberapa adab berhutang dalam Islam yang harus diperhatikan para umat Muslim. Tujuannya agar berhutang dalam keadaan yang baik dan tidak memaksa kehendak siapapun.

Apa saja adab berhutang dalam Islam? Berikut beberapa tata krama yang harus dilakukan orang Muslim ketika ingin berhutang:

Adab Berhutang dalam Islam

1. Niat Baik

Ada berhutang dalam Islam yang pertama yaitu dengan tujuan atau niat baik. Ketika berhutang untuk berfoya-foya atau menyalahi niat baik, maka hal itu tidak akan berkah.

Niat baik disini seperti memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak. Karena sudah tidak mampu akan keadaan, dan jalan satu-satunya adalah berhutang kepada orang lain.

Kebutuhan yang mendesak seperti terdesaknya dalam hal ekonomi, pendidikan, kesehatan, dll. Sedangkan hal yang tidak terdesak adalah ketika ingin memenuhi gaya hidup, hal itu dilarang untuk berhutang karena kedepannya akan menyulitkan diri bahkan keluarga.

“Barangsiapa membawa harta orang lain dengan niat mengembalikannya, maka Allah akan mengembalikan untuknya. Barangsiapa membawa harta orang lain dengan niat menghabiskannya, maka Allah akan menghabiskan harta itu (sehingga ia tidak dapat mengembalikannya).” (HR Bukhari).

2. Berusaha untuk Segera Melunasi

Setelah mempunyai niat baik, tentunya akan beritikad baik pula. Seperti berusaha untuk segera melunasi utang tersebut yang merupakan adab berhutang dalam Islam.

Orang yang dilandasi dengan niat baik berhutang, akan merasakan tidak leluasa dalam berhutang. Oleh karenanya, orang tersebut ingin segera melunasinya agar tidak ada rasa berat hati.

Rasulullah SAW, bersabda: “Penundaan pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah sebuah kezaliman,” (HR. Bukhari)

“Penundaan pembayaran utang oleh seorang yang mampu akan menghalalkan hukuman terhadapnya dan penistaan terhadap kehormatannya.” (HR. Bukhari)

Dengan bekerja keras dan segera memenuhi untuk menutup utang adalah hal yang harus disegerakan. Karena jika dalam bekerja keras melunasi hutang, lalu kemudian orang tersebut meninggal, maka Allah SWT akan mengampuninya.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara umatku yang menanggung suatu utang, kemudian ia telah berusaha dengan keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum membayarnya, maka aku akan menjadi walinya.” (HR. Ahmad)

3. Tidak Membalas Perilaku Buruk Pemberi Utang

Tidak membalas perilaku buruk pada sang pemberi adalah salah satu adab berhutang dalam Islam. Karena tak semua pemberi utang memiliki sifat dan sikap yang sama.

Kemungkinan untuk mendapatkan amarah atau perilaku buruk dari sang pemberi pun ada. Karena harta adalah termasuk ke dalam hal yang sensitif di dunia ini.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk menagih utang, lalu ia bersikap kasar sehingga sebagian sahabat hendak memukulnya, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Biarkanlah ia, karena sesungguhnya pemilik hak memiliki hak untuk berkata-kata.”

Kemudian beliau melanjutkannya, “Berikan kepadanya seekor unta yang umurnya sama dengan unta miliknya.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menemukan kecuali yang lebih besar darinya.” Beliau bersabda, “Berikan kepadanya, karena sebaik-baik kalian adalah orang yang terbaik dalam membayar utang.” (HR. Bukhari-Muslim).

4. Melebihkan Nominal

Melebihkan nominal untuk sang pemberi utang diperbolehkan, karena rasa berterima kasih dan bagian dari adab berhutang dalam Islam. Ungkapan terima kasih ini tak hanya berupa uang, namun juga bisa dengan barang lain maupun makanan.

Disini juga sang pemberi bisa menerimanya atau menolaknya. Namun, jika pemilik utang tidak ingin menerimanya, maka jangan dipaksa.

Melebihkan nominal disini bukan untuk bunga. Karena bunga dalam utang adalah riba, yang jelas-jelas itu adalah haram.

Jabir r.a mengatakan, “Nabi SAW, berhutang kepadaku, lalu ia melunasinya dan memberikan tambahan kepadaku.” (HR. Muslim).

5. Memberikan Doa Terbaik

Ketika diberikan utang sebagai bantuan, atau ketika sudah melunasi semua utang baiknya mendoakan sang pemilik utang. Karena ia telah membantu dan memenuhi kebutuhan mendesak diri kita, dan ini termasuk ke adab berhutang dalam Islam.

Tidak akan rugi memberikan doa terbaik pada pemilik utang, karena doa itu juga Insya Allah akan berbalik ke diri kita sendiri. Dengan niat yang baik dan ikhlas, Insya Allah doa-doa tersebut akan terijabah oleh Allah SWT.

Abdullah bin Abi Rabi’ah r.a berkata, ketika berangkat Perang Hunain, Nabi Muhammad SAW berhutang kepadanya tiga puluh atau empat puluh ribu. Ketika tiba di Madinah, beliau membayar utangnya seraya bersabda kepadanya, “Semoga Allah melimpahkan berkah untukmu pada keluarga dan harta kekayaanmu. Sesungguhnya balasan utang adalah kesetiaan dan pujian.” (HR. Ibnu Majah).

Demikianlah adab berhutang dalam Islam yang perlu diperhatikan. Sebagai umat Muslim, tentu saja tidak boleh seenaknya dalam meminta bantuan utang kepada orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Chat WhatsApp
Hubungi Kami