Alfatihah.com – Sebagai umat muslim kita juga harus tahu sejarah perubahan arah kiblat pada masa Rasulullah. Perubahan arah kiblat dari baitul maqdis (masjidil aqsa) ke ka’bah (di Makkah). Bagaimana sejarah perubahan arah kiblat pada masa Rasulullah? Yuk, simak penjelasan di bawah ini!
Imam an-Nawawi dalam Nihayatuz Zein menyebut bahwa bulan Sya’ban adalah bulan paling mulia setelah bulan-bulan Haram (Asyhurul hurum), salah satunya adalah karena perubahan arah kiblat .
Dikisahkan sebelum terjadinya perubahan arah kiblat, kepala Rasulullah mendongak ke atas, menunggu wahyu Allah SWT, perintah Allah untuk pindah arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina menuju Ka’bah di Mekah. Salah satu alasan yang disebutkan oleh para mufassir, salah satunya adalah Rasulullah SAW kurang mantap jika harus berkiblat dengan kiblat yang sama dengan umat Yahudi.
Menurut Ibnu Hajar Al-asqalani dalam kitabnya Fathul Bari, perubahan arah kiblat terjadi saat shalat dzuhur. Pendapat yang paling tepat adalah shalat yang dikerjakan di Bani Salamah saat meninggalnya Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur adalah shalat dzuhur. Sedangkan shalat yang pertama kali dikerjakan di Masjid Nabawi dengan menghadap kiblat adalah shalat ashar.
Kisah perpindahan arah kiblat ini berawal ketika Nabi Muhammad mengunjungi ibu dari Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur dari Bani Salamah yang ditinggal mati oleh keluarganya. Kemudian tiba waktu shalat, Nabi pun shalat bersama para sahabat disana. Pada dua rakaat pertama masih menghadap Baitul Maqdis, sampai akhirnya turun malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat. Wahyu tersebut datang ketika baru saja menyelesaikan rakaat kedua.
Setelah menerima wahyu pemindahan arah kiblat tersebut, Rasulullah langsung berpindah 180 derajat yang diikuti oleh semua jamaah shalat menghadap Masjidil Haram.
Ketika masih di Makkah, Nabi shalat menghadap Baitul Maqdis, juga sekaligus menghadap Ka’bah. Nabi menghadap ke utara, di mana posisi Ka’bah searah dengan Baitul Maqdis.
Perubahan arah kiblat sendiri sudah diinginkan Nabi, karena selama di Makkah beliau salat menghadap ke Baitul Maqdis, bahkan sampai di Madinah pun, beliau masih menghadap ke sana lebih dari setahun.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144).