Alfatihah.com – Ghibah atau Bergunjing ialah salah satu perbuatan tercela yang dilarang dalam agama Islam. Seorang muslim pun dilarang keras melakukan aktivitas ini karena bisa menjadi pemicu keretakan hubungan antar muslim yang satu dengan muslim yang lain. Meski demikian banyak orang yang belum tahu bahwa ada saat-saat tertentu yang membolehkan seorang muslim untuk melakukan Ghibah
Melansir dari laman Nu Online, Ghibah merupakan aktivitas pembicaraan yang di dalamnya menyebutkan sesuatu yang ada pada diri seseorang, sedangkan orang lain tersebut tidak menyukai hal tersebut diceritakan pada orang lain. Merujuk pada pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa ghibah memiliki dampak kerusakan yang cukup parah, sehingga Islam pun melarang keras adanya praktik ghibah di kalangan penganutnya. Meski demikian ternyata ada saat-saat tertentu yang membolehkan seorang muslim untuk melakukan Ghibah.
Kondisi seorang muslim yang boleh berghibah pun hanya diberikan ketika orang-orang tersebut benar-benar berada dalam keadaan terpaksa. Keadaan tersebut mengharuskan mereka menyebutkan kejelekan orang lain di depan umum.. Berikut waktu seorang muslim yang diperbolehkan untuk berghibah menurut Imam Nawawi,
Kondisi seorang muslim yang boleh berghibah jatuh kepada orang yang berada dalam persidangan. Apabila orang tersebut berada dalam posisi korban yang dizalimi atau dianiaya, ia diperkenankan menceritakan penganiayaan tersebut di depan majelis hakim dan orang yang menghadiri persidangan
Ketika seorang muslim diperlakukan secara zalim oleh orang lain, baik sesama muslim atau orang non muslim, maka ia diperkenankan untuk memaparkan kejahatan tersebut kepada aparat yang berwajib. Tidak ada larangan ghibah untuk kasus sejenis ini.
Kondisi seorang muslim yang boleh berghibah selanjutnya adalah orang yang hendak meminta fatwa kepada seorang mufti. Orang tersebut diperkenankan menjelaskan permasalahannya secara terperinci, termasuk menyebutkan hal-hal yang tidak baik terkait seseorang yang mengganggu permasalahannya. Hal ini dilakukan agar sang Mufti dapat menganalisis kasus tersebut dan memberikan fatwanya sebagai alternatif solusi bagi orang tersebut. Adapun penyebutan nama secara personal tidak harus dilakukan jika dirasa tidak diperlukan.
Kondisi seorang muslim yang boleh berghibah adalah apabila ghibah tersebut bertujuan untuk mengingatkan publik akan sebuah kejahatan yang dilakukan oknum atau organisasi tertentu.Contoh dari ghibah ini adalah membicarakan kejelekan oknum penipu yang kerap menawarkan jasa palsu pada kliennya. Dengan upaya mengingatkan, publik pun bisa bertindak lebih waspada dalam bertindak agar jangan sampai menjadi salah satu dari korban penipuan.
Ulama-ulama terdahulu menggunakan jalan ini untuk mengingatkan publik terkait para perawi hadits yang memiliki perilaku menyimpang dari akhlak seorang muslim. Hal ini dilakukan agar masyarakat meneliti 2 kali kebenaran hadist yang disampaikan orang tersebut.
Kondisi seorang muslim yang boleh berghibah ke-5 ialah ketika muncul orang atau pihak-pihak tertentu yang melakukan kemaksiatan secara terang-terangan. Sebagai contoh ada sekelompok orang yang terang-terangan menjual dan mengkonsumsi minuman keras (Khamr), atau sekelompok orang yang menarik upeti tanpa alasan dan tujuan yang dibenarkan oleh agama islam.
Seorang muslim diperbolehkan menandai fisik seseorang untuk membedakan orang-orang yang memiliki nama-nama mirip agar lebih mudah membedakannya. Sebagai contoh, apabila ada 2 lelaki bernama Ahmad. Maka seorang muslim boleh menjuluki Ahmad yang satu dengan Ahmad tinggi, dan Ahmad lainnya dengan Ahmad Ahmad prendek atau ciri-ci-ciri serupa yang ada pada fisik mereka.
Itu dia 6 kondisi seorang muslim yang boleh berghibah, keterangan ini juga terdapat pada Hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud terkait kondisi seorang muslim yang boleh berghibah:
وروينا في صحيحي البخاري ومسلم عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قسم رسول الله (صلى الله عليه وسلم) قسمة، فقال رجل من الأنصار: والله ما أراد محمد بهذا وجه الله تعالى، فأتيت رسول الله (صلى الله عليه وسلم) فأخبرته ، فتغير وجهه وقال: رحم الله موسى لقد أوذي بأكثر من هذا فصبر .وفي بعض رواياته: قال ابن مسعود: فقلت لا أرفع إليه بعد هذا حديثا. قلت: احتج به البخاري في إخبار الرجل أخاه بما يقال في
Artinya: Kami diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas‘ud ra. Ia bercerita bahwa Rasulullah saw membagikan ghanimah suatu peperangan. Ada salah seorang Ansor kecewa dan berkata, demi Allah, Muhammad dengan ini sedang tidak mengharapkan ridha Allah. Aku–kata Ibnu Mas‘ud ra–menemui Rasulullah saw lalu menceritakan kekecewaan tersebut. Seketika warna wajah Rasulullah saw berubah karena marah lalu berkata, “Semoga Allah memberikan rahmat-Nya untuk Musa yang disakiti umatnya lebih dari ini, lalu ia bersabar.” Pada sebagian riwayat, Ibnu Mas‘ud ra berkata: setelah itu aku tidak membawa cerita kekecewaan seorangpun kepada Rasulullah saw. Menurut kami, Imam Bukhari berhujah dengan hadits ini perihal kebolehan seseorang yang menceritakan ucapan orang lain (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar,
[Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 293).
Baca Juga : Kaum Hawa Wajib Waspada! Inilah 5 Hal yang Menyebabkan Wanita Masuk Neraka