Alfatihah.com – Agama Islam memiliki empat dasar hukum atau pedoman untuk menentukan hukum dalam suatu permasalahan. Sama hal nya dalam menentukan pembagian harta warisan untuk anak tiri, Islam mempunyai pedoman tersendiri dalam mengatur tentang nasib harta peninggalan pewaris. Lantas, bagaimana ketentuan warisan untuk anak tiri?
Perlu kita ketahui bahwa dalam Islam hanya menetapkan warisan kepada anak kandung atau anak yang memiliki hubungan nasab dengan ayah dan ibunya. Berbeda dengan anak tiri, karena pada hakikatnya bukan anak dari ayah atau ibunya, melainkan anak dengan orang lain. Maka, tidak ada harta warisan untuk anak tiri sebagaimana anak kandung, kecuali jika orang tua kandungnya yang memiliki warisan.
Hubungan nasab keturunan menjadi salah satu syarat untuk memberikan hak waris kepada seseorang. Seseorang yang memiliki hubungan tiri dengan orang lain berarti orang tersebut tidak memiliki hubungan darah, atau memiliki sebagian hubungan darah dari ayah atau ibunya, tapi tidak dengan sebaliknya.
Jika seorang laki-laki menikahi seorang janda yang sudah memiliki anak dari perkawinan sebelumnya, maka anak dari istrinya tersebut sudah jelas tidak memiliki hubungan nasab dengan laki-laki tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seorang wanita menikahi duda yang telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, maka anak tersebut adalah anak tiri bagi wanita tersebut.
Berdasarkan Al-quran, sunnah dan ijma’ anak tiri atau anak yang didapat dari pasangan dari pernikahan sebelumnya tidak disebutkan menjadi bagian dari ahli waris. Hal ini terjadi karena anak tiri tidak memiliki hubungan nasab atau sebab yang membuatnya dapat mewarisi atau menjadi bagian dari ahli waris harta orang tua tirinya.
Syarat mendapat warisan hanya terdiri dari tiga hal saja, yaitu nasab (hubungan keluarga atau hubungan darah), mushaharah (hubungan pernikahan yang sesuai dengan syariat) dan wala’ (orang yang memerdekakan budak, jika budak tersebut meninggal maka harta yang dimiliki oleh sang budak menjadi warisan orang yang memerdekakan).
Jika kita memperhatikan ketiga sebab atau syarat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang tua tirinya tidak wajib memberikan harta warisan untuk anak tiri. Anak tersebut hanya bisa mendapat warisan dari orang tua kandung atau yang mempunyai hubungan darah dengannya, baik ayah maupun ibu.
Meskipun tidak ada harta warisan untuk anak tiri, anak tiri masih bisa mendapatkan pembagian harta dari orang tua tirinya melalui hibah atau wasiat. Saat masih hidup orang tua tiri boleh memberikan hibah (pemberian harta secara sukarela) atau bisa memberikan harta melalui wasiat (pemberian harta kepada non ahli waris saat menjelang kematian) kepada anak tirinya.
Membahas tentang ketentuan pembagian harta warisan untuk anak tiri, jumhur ulama (sebagian besar ulama) berpendapat bahwa, “telah ada kesepakatan ulama (Ijma’) bahwa seseorang boleh menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain (non ahli waris) tanpa memberi anak-anaknya di saat dia dalam keadaan sehat. Jika kepada non ahli waris saja seseorang boleh menghibahkan seluruh hartanya, maka hibah tersebut lebih utama diberikan kepada anak-anaknya dibanding kepada orang lain.” (Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Ibnu Rusyd, 4/113).