Alfatihah.com – Ada sebutan khusus untuk bulan Muharram, yaitu “Muharram disebut lebarannya anak yatim” dan ternyata masih belum banyak diketahui kaum muslimin. Amal-amal salih yang bisa dikerjakan pada bulan ini juga bisa kamu maksimalkan dengan memuliakan anak-anak yatim. Lantas, bagaimana sebenarnya penjelasan dari Muharram disebut lebarannya anak yatim? Mari kita bahas!
Muharram disebut lebarannya anak yatim dan istilah ini untuk sebagian orang mungkin masih tedengar asing. Istilah ini bersumber dari sebuah hadis yang terdapat dalam kitab Tanbih Al Ghafilin. Hadis ini merupakan sabda dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang menjelaskan bahwa “Siapa yang menyantuni anak yatim pada hari Asyura atau 10 Muharram, maka derajatnya akan dinaikkan Allah SWT.”
Menurut penjelasan dari K.H. Cholis Nafis sebagai Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dilansir dari laman khazanah.republika.co.id hadis tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya hadis tersebut maudhu atau palsu, karena di dalam sanad hadisnya terdapat perawi yang kurang dipercaya.
Menurut beliau, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa hal ini termasuk dalam akhlak saja. Hari Asyura adalah hari yang baik bagi umat Islam dan momentum ini sebaiknya dijadikan sebagai momentum menyontoh Rasulullah dalam menyayangi anak yatim.
Meski hadis yang menjelaskan tentang Muharram disebut lebarannya anak yatim adalah hadis yang dhaif, tapi kamu masih bisa menjadikan informasi ini sebagai referensi meningkatkan akhlak diri di bulan Muharram. Jangan lupakan juga bahwa dalam hadis lainnya yang lebih kuat banyak perintah yang meganjurkan kaum muslimin untuk menyayangi dan memuliakan anak yatim.
Seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim berikut ini. “Aku dan orang yang merawat anak yatim seperti ini dalam surga.” Kemudian Nabi memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, seraya sedikit merenggangkannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini memang sangat terkenal dan seringkali dijadikan dasar untuk banyak orang berlomba memuliakan anak yatim. Hal ini tidak sekadar sebagai contoh dan penjelasan tentang kecenderungan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang senang memuliakan anak yatim, tapi juga sebagai bukti bahwa seorang muslim harusnya bisa mencontoh akhlak Nabi, terutama di bulan haram seperti Muharram.
Dalam kisah lainnya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, dijelaskan bahwa pada suatu waktu ia mendengar seorang laki-laki yang mengadu pada Rasulullah Shalallahu Alihi Wa Sallam sebab hatinya terasa keras. Nabi, kemudian memerintahkannya untuk memberi makan pada orang miskin dan mengusap kepala anak yatim yang dijelaskan dalam hadis berikut ini. “Dari Abu Hurairah, bahwa terdapat seorang laki-laki mengadu kepada Nabi tentang hatinya yang keras, maka Nabi bersabda: Berilah makanan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.”
Hadis tersebut menjadi penjelasan tentang perintah yang jelas dari Nabi untuk salah satu sahabat yang merasakan hatinya keras. Contoh dan penjelasan ini menjadi penguat dari hadis dhaif yang menyebut bahwa Muharram disebut lebarannya anak yatim.
Akhirnya, memuliakan anak yatim adalah amal salih yang sangat baik untuk kamu maksimalkan di bulan Muharram atau bulan pembuka tahun baru Hijriah ini. Semoga niat baikmu untuk memuliakan mereka menjadi bukti untuk meraih rida Allah di dunia dan akhirat.
Baca Juga: Pahami Keutamaan Puasa Muharram yang Harus Kamu Tahu Berikut Ini!