![Etika dan Akhlak Bersosial Media di Zaman Modern dalam Pandangan Islam](https://alfatihah.com/wp-content/uploads/2024/11/DAKISEMUT-4-16.webp)
Alfatihah.com – Bolehkah seorang muslim berdebat? Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim akan dihadapkan pada kondisi yang tidak ideal. Ada saja waktu dimana kamu akan mengalami sebuah perelisihan yang membuatmu terpicu marah hingga terjadi perdebatan. Dalam Islam, kondisi perdebatan semacam ini sudah diatur ketentuannya oleh syariat. Lantas, bolehkah seorang muslim berdebat? Simak penjelasan berikut ini!
Sebelum kamu memahami tentang hukum bolehkah seorang muslim berdebat, kamu harus memahami terlebih dahulu konsep debat atau apa itu deat. Debat pada dasarnya adalah sebuah aktivitas yang membahas suatu topik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi argumen untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Tak hanya di dalam KBBI saja yang memuat pengertian debat, Alquran pun menjelaskan tentang perngertian debat dalam surat An Nahl ayat 125
اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل، 16: ١٢٥].
Artinya: “Serulah (manusia) kepada Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. A Nahl: 125)
Kalimat wajadilhum dalam tafsir Ibnu Katsir (jilid II halaman 737) adalah seseorang yang mengajukan alasan dalam berdebat dan membantah hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut. Pada ayat lain surat Taha ayat 44 juga dijelaskan bahwa “Berbicaralah kamu (Musa) berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (Q.S. Taha: 44)
Ayat tersebut menceritakan tentang perdebatan antara Nabi musa dengan Firaun. Hal tersebut menjadi pelajaran penting bahwa Nabi Musa tetap diperintahkan untuk menyampaikan risalah pada Firaun dengan perkataan yang lemah lembut dan sopan, meski Firaun adalah pembangkang yang sombong.
Dalam kitab Subulussalam (jilid II halaman 592) kata al addu yang diambil dari kata ladidul wadi yang artinya lembah yang sangat keras dan bantahan sengit untuk mengalahkan lawan. Ash Shan’ani menyebutkan An Nawawi berkata dalam kitab Adzkar bahwa dalam hal membantah seseorang haruslah mendasarkannya pada ilmu. Hal itulah yang akan memengaruhi jawaban dari pertanyaan bolehkah seorang muslim berdebat.
Sejalan dengan penyataan An Nawawi, Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin berpendapat bahwa orang yang membantah tidak berdasarkan ilmu termasuk orang yang tercela. Selain itu, salah satu hal yang tidak dibenarkan adalah rasa ketidakpuasan terhadap jawaban yang telah disampaikan oleh pihak lain dengan menampakkan sifat sombong dan niat merendahlan.
Simpulan yang dapat diambil dari pertanyaan bolehkah seorang muslim berdebat adalah debat pada dasarnya dibolehkan dalam syariat Islam. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari cara berbicara yang sopan, lemah lembut, dan tidak kasar, beradu argumen dengan landasan ilmu atau informasi yang dipahami, dan tidak menyombongkan diri atas lawan, bahkan berkata buruk tentang mereka. Oleh karena itu, debat hanya dibolehkan jika seluruh poin yang sudah disebutkan di atas terpenuhi dan debat tidak dibolehkan jika poin-poin diatas diingakari. Wallahu’alam.