Alfatihah.com – Sebagaimana amalan zakat di hari raya Idul Fitri, amalan qurban pun memiliki aturan dan ketentuan khusus yang perlu diperhatikan agar nantinya tidak mengurangi ganjaran amalan tersebut. Sehingga ibadah qurban yang dilakukan akan mendapatkan keabsahan atau pahala yang maksimal. Dari banyak aturan, larangan dalam pelaksanaannya menjadi satu hal yang wajib diperhatikan. Apa saja larangannya? Berikut ini 7 larangan qurban yang wajib diketahui antara lain;
Dalam proses menyembelih hewan qurban, larangan qurban pertama yang tidak boleh dilakukan ialah penjagal (penyembelih) hewan qurban tidak menyebut nama Allah. Karena setiap hewan sembelihan tanpa disebutkan nama Allah tersebut haram untuk dimakan dan dianggap sebagai bangkai. Sebagaimana disebutkan dalam satu surah dalam QS. Al-An’am ayat 121 yang artinya, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya.” Sehingga hukumnya wajib untuk mengawali dengan doa (menyebut asma Allah) agar dapat mendatangkan keberkahan.
Selain itu, sebab tiap hewan yang disembelih perlu untuk diawali dengan mengucapkan nama Allah ialah karena hewan yang diqurbankan tersebut dikembalikan dan mulia di sisi Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-An’am ayat 118 yang artinya, “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.”
Pada saat penyembelihan hewan qurban, larangan qurban lainnya adalah untuk membaca shalawat. Namun dianjurkan dan disunahkan untuk membaca basmalah dan bertakbir. Hal tersebut disebabkan karena tidak terdapat dalil bahwa Nabi SAW mengucapkan shalawat ketika menyembelih.
Larangan qurban selanjutnya yaitu jika telah memiliki niat untuk membeli dan berqurban seekor hewan, baiknya tetap konsisten dengan pilihan tersebut (tidak membatalkannya). Karena sebuah niat untuk melakukan ketaatan pada Allah sebaiknya dijaga, disegerakan, dan ditunaikan. Jangan sampai dibatalkan dengan niat untuk dijual kembali. Karena jika itu yang terjadi, maka perlu diingat bahwa berqurban hanya untuk Allah SWT. Akan tetapi, bila hewan qurbannya ingin ditukarkan tidak apa-apa (dibolehkan), dibandingkan dengan menjualnya kembali.
Apabila hewan qurban yang digunakan adalah hewan cacat yang tidak memenuhi kriteria seperti buta sebelah, sakit, pincang, kurus atau lemah sampai tidak terlihat sumsung tulang maka hukumnya tidak sah. Namun hukumnya makruh bila cacatnya sebagian telinganya terpotong, tanduknya pecah atau patah, dan giginya pecah atau patah.
Larangan qurban berikutnya adalah memotong kuku dan rambut bagi orang-orang yang hendak berqurban (shohibul qurban). Sebagaimana dijelaskan dalam hadist riwayat Muslim Abu Daud, “Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak diqurbankan, apabila telah masuk tanggal 1 Dzuhhijjah, maka janganlah dia memotong sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim 5236, Abu Daud 2793, dan yang lainnya).
Larangan tersebut berlaku untuk memotong rambut dengan cara apapun dan pada bagian manapun. Baik itu rambut yang tumbuh di kepala, kumis, ketiak hingga kemaluan. Begitupun dengan mencukur termasuk memendekkan, mecabut, mencukur habis, membakar hingga memotong dengan bara api. Namun, menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i larangan memotong rambut dan kuku ini makruh bagi perqurban dari awal Dzulhijjah hingga waktu penyembelihan hewan qurban. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang melihat hilal menandakan masuknya bulan Dzulhijjah dan ia ingin berqurban, maka hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya hingga ia berqurban.” (HR. Al-Nasai).
Tidak dapat dipungkiri masih ditemukan adanya panitia yang mengupah penjagal (penyembelih) dengan bagian tubuh dari hewan qurban. Padahal jika dilihat berdasarkan syariat Islam hal ini merupakan tindakan yang dilarang. Sebagaimana dalil yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri.”
Dalam hadist tersebut dapat kita ambil hikmahnya bahwa upah penyembelih hewan bukan diambil dari hasil sembelihan qurban. Namun shohibul qurban hendaknya menyediakan upah khusus dari kantongnya sendiri untuk penyembelihan hewan tersebut.
Ketika hewan ternak telah disembelih dan menjadi daging hewan qurban, maka seluruh bagian tubuh dari hewan qurban tersebut harus segera dibagikan atau diberikan sebagai hadiah, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Hajj ayat 28, “Siapa mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” Lebih lanjut, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Al-Hakim) maka dari itu menjual daging qurban termasuk dalam larangan qurban.
Itulah beberapa larangan qurban yang perlu kita ketahui sebagai seorang Muslim, semoga penjelasan terkait larangan qurban bisa menambah pengetahuan kita semua. Semoga Allah SWT memudahkan setiap niat baik kita dalam beramal shalih serta mencatat qurban yang dilakukan sebagai bukti ketakwaan. Yuk, jangan lewatkan kesempatan berbagi qurban berkualitas dan memenuhi syarat melalui program qurban alfatihah dan program lainnya